Syifasativa, seorang aktivis dari Purbalingga, Jawa Tengah yang mengutarakan kritikannya lewat music. Dikenal dengan lirik perlawanan yang puitis Syifasativa kini sudah merilis empat album: “Aku Pusing, Vol. 2” (2020), “Nikmati Sajalah” (2021), “Tanam Sawi Di Bulan” (2021) dan album barunya “Kelompok Tani Remaja” (2022). Kali ini, album “Kelompok Tani Remaja” yang mau aku bedah.

Album “Kelompok Tani Remaja” ini berisi 10 lagu, sama seperti album dan single sebelumnya, ia masih mengalunkan irama folk dengan harmonikanya yang syahdu. Album ini berisi tentang realitas kehidupan yang dilihat dari kacamata-nya sendiri, dimana setiap lagu punya cerita dan isu-nya masing-masing yang ingin diangkat.

Cover album-nya menggambarkan peristiwa dimana petani ditindas oleh pihak yang ingin merebut lahan mereka. Ilustrasi seorang laki-laki dan perempuan memegang senjata sebagai simbol perlawanan terhadap apa yang sudah dirampas. Aku rasa, Syifasativa menceritakan tentang hal-hal yang masih hangat terjadi di Indonesia, dimana warga mempertahankan lahan mereka dari penggusuran oleh oknum yang menggunakan kekerasan sebagai senjatanya untuk menakutin para warga yang ingin berontak untuk merebut kembali kawasan mereka.

Aku mau ngebahas dulu lagu pembukanya, Kelompok Tani Remaja, lagu ini ngebahas curhatan seorang anak yang udah muak sama orang tuanya yang terlalu kontrol dan ga pernah merhatiin dia, jadi dia pergi ke pedesaan buat bantu para petani. Nah, yang menariknya dari lagu ini, intronya pakai dialog tunggal dari sudut pandang orang tua, dan di part akhir melantunkan dialog dari anak petani tersebut.

Kritikan keras juga aku dengar di lagu Kota Kapitalis, aku dengar “Ada benteng besar yang tak tampak fisiknya… Melindungi bos kaya, penguasa, dan kolega… Gerbangnya terbuka seakan baik bentuknya… Padahal hanya siasat kontrol manusia…”, ini adalah sebuah tuduhan dari Syifasativa kepada para elit dan pejabat yang memiliki kekuasaan, mereka terlihat seperti mendengarkan aspirasi rakyat namun itu hanya sebagai alat untuk membuat tangan mereka bersih demi mencegah tindakan rakyat terhadap tindakan buruk yang dilakukan oleh pejabat tersebut. Lirik berikutnya pun ditegaskan “Rakyat pun dihipnotis, merasa lumrah hidupnya”.

Di lagu penutupannya, Ketika Polisi Datang, Syifasativa menceritakan pandangannya terhadap para pedagang yang tidak bisa berjualan karena terkena efek pandemi virus Corona, ditambah para polisi yang menggusur dan menutup lapak jualannya, akhirnya para pedangang bingung harus bagaimana lagi melanjutkan hidupnya yang makin hari makin rumit dan susah.

Sebenarnya, semua lagu di album ini punya kritiknya masing-masing. Album ini bisa jadi ungkapan Syifasativa atas kekesalannya tentang apa yang udah dialami dan terjadi di sekitarnya. Ia bisa membawakan realita yang terjadi di dalam lagu-lagu yang kritis dan bisa jadi membuat perubahan kecil untuk pendengarnya.

Buat kalian yang sedang memperjuangkan sesuatu, yang menurut kalian harus diperjuangkan dan untuk kalian para aktivis sosial, album ini bisa jadi penyemangat kalian akan suatu hal baik yang kalian berjuangkan akan mendapat titik terang dari segala yang kalian perjuangkan.

PANJANG UMUR PERJUANGAN DAN PERLAWANAN!!!

Review oleh Ahmad Gibran

Editor Indra Menus

Foto: Dokumen Syifasativa