Simak Bagaimana Something Wrong Memberikan Nuansa Baru di Album Reignite

Simak Bagaimana Something Wrong Memberikan Nuansa Baru di Album Reignite

Tidak banyak band cadas yang mampu bertahan selama 27 tahun, Something Wrong (SW) adalah satu diantanya. Band Hardcore asal Jogja ini sejak 2 September 1997 lalu sudah merilis beberapa album diantaranya Demo 99 (2000, self release), Get Off My Back (2003 via Napi Records), NESU (2010 oleh SW Records) serta tahun lalu mereka rilis 7” berisi 2 lagu via Zombie Attack Records.   Band yang kini beranggotakan Bagus Hermanu Danar Sanjaya a.k.a Kucing (Vocal), Wahyu Dwi Handoko a.k.a Bopobacox (Guitar, backing vocal), Thabrani Adhari a.k.a Tephy (Guitar), Wahyu Jatmiko a.k.a Soetik (Bass, backing vocal) dan Yanuar Surya a.k.a Yansu (Drum) ini kembali lagi dengan rilisan terbarunya. Alih – alih merilis lagu baru, Something Wrong malah kembali menilik katalog lama mereka untuk direkam ulang.   Menurut Soetik SW, Something Wrong ingin merealisasikan keinginan lama mereka untuk kembali merekam lagu – lagu lawas dengan kualitas sound dan hasil rekaman yang lebih bisa memanjakan telinga pendengarnya. “Kami ingin memberi nuansa baru dari lagu – lagu lama SW dengan kualitas sound & aransemen yang berbeda. Masalah suka atau tidaknya orang menikmati lagu yang direkam ulang ini tergantung selera masing – masing” imbuh Kucing mengenai alasan dibalik perekaman ulang ini.   Album yang diberi judul Reignite ini mengandung filosofi yang menarik. “Reignite kan artinya menyala kembali, bagi kami ini berarti menyalanya kembali lagu – lagu lama SW yang dipanasi kembali dengan nuansa baru dan tetap dengan lirik yang temanya masih sangat relevan pada masa ini’ jelas SW tentang pemilihan judul album. Menyalanya kembali utk semangat – semangat yang meredup, juga buat para personil SW untuk menyala kembali semangatnya supaya tetap berkarya, untuk album selanjutnya,...
Senyawa Tawarkan Kesuraman Yang Mencekam Di Acaraki

Senyawa Tawarkan Kesuraman Yang Mencekam Di Acaraki

Senyawa adalah duo musisi kontemporer yang dibuat oleh Rully Shabara dan Wukir Suryadi di Yogyakarta pada tahun 2010. Rully sebelumnya adalah vokalis dari band math-rock/noise-rock bernama Zoo serta vokalis band Hip Metal, Middle Finger, sedangkan Wukir lebih banyak berkecimpung di dunia musik tradisional. Senyawa menggabungkan unsur musik tradisional Indonesia dengan eksperimen mencampurkan berbagai gaya musik seperti metal, punk dan folk untuk menghasilkan komposisi yang mendapat pengaruh avant-garde dengan warisan budaya tradisional. Teknik vokal Rully yang dipengaruhi urban ethnic dipadu dengan instrumentasi bambu dan peralatan pertanian yang dibuat oleh Wukir, serta distorsi gitar menambah warna pada musik Senyawa. Kurang lebih sekitar 9 album dan 3 EP yang sudah diciptakan Senyawa selama perjalanan bermusiknya. Kali ini aku ngebahas album “Acaraki” yang dibuat di tahun 2014. Album ini terdiri dari 11 lagu dengan lagu pembuka ‘Pada Siang Hari’, semua lagu menggunakan instumen bambu yang khas dari Wukir yang membuat suasana suram dan mencekam diantara irama-irama distorsi mereka. Aku mencoba mendengarkan beberapa lagu ‘Pada Siang Hari’, ‘Pasca’, ‘Sisa’ dan ‘Di Pudarnya Senja’. Aku seperti masuk ke dunia lain yang penuh dengan kegelapan dikelilingi suara-suara misterius yang mencekam, lalu semua ketakutan yang di dalam diriku menghampiri, tetapi anehnya aku menikmatinya. Puisi-puisi elegi suram yang dibawakan Rully begitu eksentrik dan tidak halus yang disengaja, ditambah suara instrumen bambu yang dominan menambah aura “mencekam” pada irama-irama di album ini. Tetapi, puisi-puisi yang dibawakan Rully tidak begitu jelas terdengar karena irama yang menurutku terlalu keras. Yang unik, di lagu “Kereta Tak Berhenti Lama” diadaptasi dari lagu anak-anak “Naik Kereta Api” yang dibawakan dengan nada suram khas Senyawa. Juga di lagu “Jaranan”, teriakan yang saling sahut-menyahut, serta vokal...