by admin | Jan 23, 2023 | News, Review
Senyawa adalah duo musisi kontemporer yang dibuat oleh Rully Shabara dan Wukir Suryadi di Yogyakarta pada tahun 2010. Rully sebelumnya adalah vokalis dari band math-rock/noise-rock bernama Zoo serta vokalis band Hip Metal, Middle Finger, sedangkan Wukir lebih banyak berkecimpung di dunia musik tradisional. Senyawa menggabungkan unsur musik tradisional Indonesia dengan eksperimen mencampurkan berbagai gaya musik seperti metal, punk dan folk untuk menghasilkan komposisi yang mendapat pengaruh avant-garde dengan warisan budaya tradisional. Teknik vokal Rully yang dipengaruhi urban ethnic dipadu dengan instrumentasi bambu dan peralatan pertanian yang dibuat oleh Wukir, serta distorsi gitar menambah warna pada musik Senyawa. Kurang lebih sekitar 9 album dan 3 EP yang sudah diciptakan Senyawa selama perjalanan bermusiknya. Kali ini aku ngebahas album “Acaraki” yang dibuat di tahun 2014. Album ini terdiri dari 11 lagu dengan lagu pembuka ‘Pada Siang Hari’, semua lagu menggunakan instumen bambu yang khas dari Wukir yang membuat suasana suram dan mencekam diantara irama-irama distorsi mereka. Aku mencoba mendengarkan beberapa lagu ‘Pada Siang Hari’, ‘Pasca’, ‘Sisa’ dan ‘Di Pudarnya Senja’. Aku seperti masuk ke dunia lain yang penuh dengan kegelapan dikelilingi suara-suara misterius yang mencekam, lalu semua ketakutan yang di dalam diriku menghampiri, tetapi anehnya aku menikmatinya. Puisi-puisi elegi suram yang dibawakan Rully begitu eksentrik dan tidak halus yang disengaja, ditambah suara instrumen bambu yang dominan menambah aura “mencekam” pada irama-irama di album ini. Tetapi, puisi-puisi yang dibawakan Rully tidak begitu jelas terdengar karena irama yang menurutku terlalu keras. Yang unik, di lagu “Kereta Tak Berhenti Lama” diadaptasi dari lagu anak-anak “Naik Kereta Api” yang dibawakan dengan nada suram khas Senyawa. Juga di lagu “Jaranan”, teriakan yang saling sahut-menyahut, serta vokal...